Selasa, 25 Februari 2014

Gunung Kelud



Kamis , Status Terbaru Gunung Kelud Ditentukan
Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan lebih dari 15.000 korban jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.

Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei), 1951, 1966, dan 1990 (10 Februari). Pola ini membawa para ahli gunung api pada siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi ini terjadi akibat terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.

Letusan Kelud 2014 dianggap lebih dahsyat daripada tahun 1990. meskipun hanya memakan 4 korban jiwa akibat peristiwa ikutan, bukan akibat langsung letusan.

Peningkatan aktivitas sudah dideteksi di akhir tahun 2013. Namun demikian, situasi kembali tenang. Baru kemudian diumumkan peningkatan status dari Normal menjadi Waspada sejak tanggal 2 Februari 2014. Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya menjadi Siaga dan kemudian pada tanggal 13 Februari pukul 21.15 diumumkan status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius 10 km dari puncak harus dikosongkan dari manusia. Hanya dalam waktu kurang dari dua jam, pada pukul 22.50 telah terjadi letusan pertama tipe ledakan (eksplosif). Erupsi tipe eksplosif seperti pada tahun 1990 ini (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu berupa aliran magma) menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga di wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi yang terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah Kecamatan Wates dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam radius sampai 10 kilometer dari kubah lava, sesuai rekomendasi dari Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG). Suara ledakan dilaporkan terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta ( berjarak 200 km dari pusat letusan), bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.
 






 


Keadaan di wilayah Bantul, DIY, saat hujan abu vulkanik Gunung Kelud melanda wilayah ini pada pagi hari tanggal 14 Februari 2014

Dampak berupa abu vulkanik pada tanggal 14 Februari 2014 dini hari dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten Ponorogo. Di Yogyakarta, teramati hampir seluruh wilayah tertutup abu vulkanik yang cukup pekat, melebihi abu vulkanik dari Merapi pada tahun 2010.

Ketebalan abu vulkanik di kawasan Yogyakarta dan Sleman bahkan diperkirakan lebih dari 2 centimeter. Dampak abu vulkanik juga mengarah ke arah Barat Jawa, dan dilaporkan sudah mencapai Kabupaten Ciamis, Bandung dan beberapa daerah lain di Jawa Barat. Di daerah Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 meter karena turunnya abu vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan bermotor yang berjalan sangat pelan.

Menyusul adanya letusan, Kementerian Perhubungan Indonesia menutup sementara bandar-bandar udara di Pulau Jawa, seperti Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya, Bandar Udara Abdul Rachman Saleh Malang, Bandar Udara Achmad Yani Semarang, Bandar Udara Adi Sutjipto Yogyakarta, Bandar Udara Adi Sumarmo Surakarta, Bandar Udara Tunggul Wulung Cilacap, dan Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung. Selain itu, Bandar Udara Nusawiru di Pangandaran dan Pangkalan Udara Iswahyudi, Madiun, juga ditutup.




Kondisi gunung setelah letusan satu malam tersebut berangsur tenang dan pada tanggal 20 Februari 2014 status aktivitas diturunkan dari Awas menjadi Siaga (level III) oleh PVMBG

 

0 komentar:

Posting Komentar