Sejak abad ke-15, Gunung Kelud telah memakan lebih dari 15.000 korban jiwa. Sebuah sistem untuk mengalihkan aliran lahar telah dibuat secara ekstensif pada tahun 1926 dan masih berfungsi hingga kini setelah letusan pada tahun 1919 memakan korban hingga ribuan jiwa akibat banjir lahar dingin menyapu pemukiman penduduk.
Pada abad ke-20, Gunung Kelud tercatat meletus pada tahun 1901, 1919 (1 Mei),
1951, 1966, dan 1990 (10 Februari). Pola ini membawa para ahli gunung api pada
siklus 15 tahunan bagi letusan gunung ini. Memasuki abad ke-21, gunung ini
erupsi pada tahun 2007, 2010, dan 2014. Perubahan frekuensi ini terjadi akibat
terbentuknya sumbat lava di mulut kawah gunung.
Letusan Kelud 2014 dianggap lebih
dahsyat daripada tahun 1990.
meskipun hanya memakan 4 korban jiwa akibat peristiwa ikutan, bukan akibat
langsung letusan.
Peningkatan aktivitas sudah
dideteksi di akhir tahun 2013. Namun demikian, situasi kembali tenang. Baru
kemudian diumumkan peningkatan status dari Normal menjadi Waspada sejak tanggal
2 Februari 2014. Pada 10 Februari 2014, Gunung Kelud dinaikkan statusnya
menjadi Siaga dan kemudian pada tanggal 13 Februari pukul 21.15 diumumkan
status bahaya tertinggi, Awas (Level IV), sehingga radius 10 km dari puncak
harus dikosongkan dari manusia. Hanya dalam waktu kurang dari dua jam, pada
pukul 22.50 telah terjadi letusan pertama tipe ledakan (eksplosif). Erupsi tipe
eksplosif seperti pada tahun 1990 ini (pada tahun 2007 tipenya efusif, yaitu
berupa aliran magma) menyebabkan hujan kerikil yang cukup lebat dirasakan warga
di wilayah Kecamatan Ngancar, Kediri, Jawa Timur, lokasi tempat gunung berapi
yang terkenal aktif ini berada, bahkan hingga kota Pare, Kediri. Wilayah
Kecamatan Wates dijadikan tempat tujuan pengungsian warga yang tinggal dalam
radius sampai 10 kilometer dari kubah lava, sesuai rekomendasi dari Pusat
Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG). Suara ledakan dilaporkan
terdengar hingga kota Solo dan Yogyakarta ( berjarak 200 km dari pusat letusan),
bahkan Purbalingga (lebih kurang 300 km), Jawa Tengah.
Keadaan di wilayah Bantul, DIY, saat
hujan abu vulkanik Gunung Kelud melanda wilayah ini pada pagi hari tanggal 14
Februari 2014
Dampak berupa abu vulkanik pada
tanggal 14 Februari 2014 dini hari dilaporkan warga telah mencapai Kabupaten
Ponorogo. Di Yogyakarta, teramati hampir seluruh wilayah tertutup abu vulkanik
yang cukup pekat, melebihi abu vulkanik dari Merapi pada tahun 2010.
Ketebalan
abu vulkanik di kawasan Yogyakarta dan Sleman bahkan diperkirakan lebih dari 2
centimeter. Dampak abu vulkanik juga mengarah ke arah Barat Jawa, dan
dilaporkan sudah mencapai Kabupaten Ciamis, Bandung dan beberapa daerah lain di
Jawa Barat. Di daerah Madiun dan Magetan jarak pandang untuk pengendara
kendaraan bermotor atau mobil hanya sekitar 3-5 meter karena turunnya abu
vulkanik dari letusan Gunung Kelud tersebut sehingga banyak kendaraan bermotor
yang berjalan sangat pelan.
Menyusul adanya letusan, Kementerian
Perhubungan Indonesia menutup sementara bandar-bandar udara di Pulau Jawa,
seperti Bandar Udara
Internasional Juanda Surabaya, Bandar
Udara Abdul Rachman Saleh Malang, Bandar Udara Achmad Yani Semarang, Bandar
Udara Adi Sutjipto Yogyakarta, Bandar Udara Adi Sumarmo Surakarta, Bandar Udara
Tunggul Wulung Cilacap, dan Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung. Selain
itu, Bandar Udara Nusawiru di Pangandaran dan Pangkalan Udara Iswahyudi, Madiun,
juga ditutup.
Kondisi gunung setelah letusan satu
malam tersebut berangsur tenang dan pada tanggal 20 Februari 2014 status
aktivitas diturunkan dari Awas menjadi Siaga (level III) oleh PVMBG
0 komentar:
Posting Komentar